Sebagai wilayah yang dianggap kering, jauh dari perhatian pemerintah – terutama untuk penyediaan fasilitas energi dan kesehatan, dan provinsi dengan tingkat korupsi tertinggi, ada harapan yang cukup besar bagi perkembangan masyarakat Flores Timur – gerakan progresif dari kelompok masyarakat permakultur. Keterbatasan sumber daya dan energy ini justru bukan menjadi halangan untuk kelompok petani permakultur di 6 desa wilayah Flores Timur ini, dengan sebagian besar terdiri dari kaum ibu, banyak rumah tangga yang sudah mulai mandiri memproduksi bahan pangan untuk keluarga, bahkan ada yang mendapatkan keuntungan dari berdagang hasil kebun mereka sendiri!.
Flores Timur merupakan daerah penghasil kacang mente terbesar, dan kopi arabika kedua terbaik setelah Manggarai, namun dianggap sebagai daerah yang paling miskin se-provinsi NTT. Beberapa desa yang menjadi dampingan IDEP memiliki keterbatasan fasiitas yang dirasa seragam bagi masyarakat Flores Timur; tidak adanya jaringan listrik, akses jalan yang kurang memadai untuk dilalui, kurangnya akses terhadap pasar, dan krisis air bersih.
Pertama kali pada awal 2013, dengan dukungan Give2Asia serta Ashmore Foundation, Yayasan IDEP berkenalan dengan masyarakat Flores Timur dalam program Pengurangan Resiko Bencana dan Pembentukan Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB) di Desa Serinuho – desa pesisir yang pernah terkena tsunami dahsyat (hingga tersapu bersih) pada tahun 1997.
Semenjak saat itu, hingga saat ini IDEP bersinergi dengan antusiasme masyarakat Flores Timur untuk mengembangkan kapasitas mereka, terutama dalam penyediaan pangan sehat dan organik. Demi mengembangkan keberlangsungan program ini, di tahun 2016 hingga tiga tahun mendatang, porgam ini telah didukung oleh Ashmore Foundation, sehingga yang awalnya hanya satu desa dampingan, kelompok masyarakat yang didampingi berkembang menjadi enam desa – Kolaka, Welo, Lewolere, Serinuho, Pajinian, Hokeng Jaya, dimana sebagian besar dari mereka giat menjalankan gaya hidup permakultur.
Penerima manfaat dari ke-enam desa sedang bekerja bersama dalam pelatihan pengembangan kapasitas di kantor YPPS
“Karena untuk menerima hal baru itu masyarakat Flores Timur sangatlah pelan, harus ada contoh dan pendampingan nyata yang secara terus menerus, memberi motivasi, serta organisasi harus memberikan contoh kepada masyarakat ini agar percaya dan mau berkarya, dan ini hanya bisa dilakukan oleh organisasi lokal yang paham betul masyarakat Flores Timur seperti apa.” – Melky Baran, Koordinator YPPS, rekanan lokal Yayasan IDEP.
Selama empat tahun, Yayasan IDEP berkolaborasi dengan Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS) yang berbasis di Larantuka, Flores Timur – mengimplementasikan program pengembangan kapasitas masyarakat desa agar tangguh dan mandiri. Membentuk hubungan rekanan dengan organisasi lokal merupakan strategi yang menjadi kunci sukses program-program IDEP terlaksana dengan baik.
“Cukup sulit di awal karena tidak semua mau mengikuti, tetapi setelah beberapa tahun mendampingi, sekarang justru pengembangan program semakin baik.” ungkap Pak Melky.
Keripik Sayur Daun Ubi Jalar, produk pangan olahan industri rumah tangga – sehat dan bersumber dari kebun yang sudah diolah
Program yang saat ini sedang dikembangkan bersama masyarakat Flores Timur adalah implementasi permakultur untuk ketahanan pangan, kesehatan lingkungan, dan penghasilan alternatif untuk rumah tangga. Saat ini masyarakat Flores Timur telah berhasil membangun jaringan bank benih lokal organik, yang disokong oleh petani-petani benih dari desa dampingan IDEP dan YPPS dengan nama Kelompok Usaha Bersama Simpan Pinjam, dan memiliki koleksi sebanyak lebih dari 9 jenis tanaman.
Petani benih organik dari Desa Welo, menunjukan benih tomat cherry yang dipanennya
Banyak sekali tokoh-tokoh inspiratif dari daftar penerima manfaat program pengembangan kebun rumah tangga dari keenam desa ini. Kelompok perempuan, ataupun banyak sekali individu yang berhasil mengembangkan kebunnya hingga menghasilkan keuntungan dari hanya menjual sayuran organik yang ditanam di atas kebun sendiri. Cerita sukses ini adalah kunci utama yang pada akhirnya menarik masyarakat lainnya untuk mengikuti.
Upacara Baptis – Sambut Baru, untuk anak remaja. Saat ini masyarakat sudah banyak menggunakan sayur mayur dari kebun pekarangan organik untuk dijadikan bahan sajian pesta
Antusiasme masyarakat Flores Timur dalam mengimplementasikan permakultur penuh dengan energi, mulai dari praktik pertukaran benih antar tetangga, pembuatan kompos cair bersama, berbagi hasil panen, saling membantu mengerjakan kebun, hingga mengolah produk hasil panen kebun bersama-sama. Sebuah lingkaran yang harmonis antar masyarakat serta dengan alam, pada akhirnya masyarakat ini sangat bisa dibanggakan untuk menjadi masyarakat yang berdikari.
Transaksi berbelanja sayur-mayur langsung di kebun
Manfaat yang baik dengan pengembangan kebun rumah tangga secara organik ini pun bukan hanya menginspirasi keluarga per rumah tangga, pada akhirnya (sebagai contoh) pihak pemerintah Desa Hokeng Jaya mengeluarkan kebijakan desa untuk setiap rumah membuat kebun pekarangan keluarga dan memproduksi sumber pangan mereka sendiri, sebagai gantinnya pemerintah desa akan men-subsidi air dan pemipaannya kepada setiap rumah.
Melihat betapa progresifnya replikasi pembuatan kebun rumah tangga yang dilakukan oleh masyarakat di luar dari daftar penerima manfaat, adalah karena kebun-kebun yang dibuat menggunakan pengetahuan permakultur dibangun dengan desain-desain bedeng yang sangat menarik. Mama Esy (Mama adalah sebutan untuk Ibu) mengatakan bahwa “Banyak yang terinspirasi untuk membuat kebun di rumah mereka setelah mereka datang ke kebun saya untuk belanja sayur, katannya kebun saya indah dan bentuknya bagus”. Desain kebun permakultur memang dirancang mengikuti pola alam, sehingga apabila dirawat dengan baik akan menciptakan kebun sayur yang indah.
Mama Esy dan kebun sayur yang sangat indah dan juga berhasil membantu menambah pendapatan Mama Esy – Indah dan Menguntungkan.
Masyarakat berbagi - Bukti bahwa masyarakat lebih banyak belajar melalui contoh nyata; Desa Lowolere, merupakan desa yang berdekatan dengan pusat kota Larantuka dan berada di jalur utama yang dilalui oleh kendaraan dari Maumere ke Larantuka. Mayoritas masyarakatnya mendapatkan penghasilan dari berjualan sayur bayam yang dikembangkan menggunakan pupuk urea dan pestisida kimiawi. Namun saat ini, setelah belajar bersama desa-desa dampingan yang lain, mereka mulai mengembangkan perkebunan organik dengan konsep permakultur.
Kelompok perempuan di Desa Lewolere sedang mengerjakan kebun rumah tangga organik bersama-sama
Jadi pertanyaanya, apakah di Indonesia sudah ada kelompok masyarakat yang mempraktekan permakultur secara menyeluruh? Justru di tempat seperti Flores Timur muncul kelompok-kelompok inspiratif yang dengan bersahajanya mempraktikan permakultur, mulai dari bertukar benih, mewajibkan masyarakat desa untuk memiliki kebun rumah tangga, mempraktikan pertanian yang berkelanjutan serta pengolahan bahan pangan yang sehat.
Silahkan kunjungi laman Facebook YPPS disini
Mari simak video “Kebun Mama Siaga” – cerita tentang meningkatkan ketahanan masyarakat Flores Timur terhadap bencana dan pengembangan kebun rumah tangga berbasis permakultur.
Berikan bantuan yang akan merubah hidup. 100% mendanai proyek amal.
|