Ade, fasilitator lokakarya yang juga merupakan Direktur Yayasan IDEP, memberi penegasan itu dalam hubungannya dengan ancaman bencana Gunung Api di Kabupaten Karangasem, Bali, yang sejak 29 Oktober 2017 telah diturunkan statusnya menjadi Siaga setelah sebelumnya berstatus Awas.
Seperti yang dilansir dari catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), aktivitas Gunung Agung telah memicu gempa bumi di sekitar wilayah gunung sejak 19 Oktober 2017. Hingga tanggal 27 Oktober 2017, gempa bumi terus berlangsung dengan baseline 100-300 kali sehari. Kondisi demikian telah memicu evakuasi besar-besaran terhadap para penduduk terdampak di Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Agung. Data terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga 3 Oktober 2017 menyebutkan jumlah pengungsi tercatat mengalami peningkatan mencapai 141.072 jiwa di 414 titik pengungsian di 9 kabupaten/kota dalam Provinsi Bali.
Sebagai respon atas kondisi tersebut, Ade mengutarakan bahwa lokakarya PRBBM yang digelar Yayasan IDEP ini bertujuan memfasilitasi relawan-relawan yang bertugas di wilayah Rawan Bencana Letusan Gunung Agung untuk dapat melakukan diseminasi informasi-informasi penting yang terkait dengan bagaimana melakukan respon terhadap ancaman letusan Gunung Agung. Pada saat yang sama, lokakarya ini juga diharapkan dapat membangun kapasitas para relawan dalam pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat yang nantinya dapat berguna dalam mendampingi masyarakat yang ada di lokasi pengungsian maupun di wilayah-wilayah yang rawan bencana. Apalagi jika menilik catatan bahwa hampir semua jenis bencana terjadi di Indonesia. “Seperti hypermarket bencana,” terang Ade.
Dalam lokakarya ini, para partisipan diajak untuk berbagi informasi dan pengetahuan sebagai bahan pembelajaran bersama untuk mengurangi risiko ancaman bencana gunung api, baik letusan maupun erupsi, yang pada kenyataannya sulit diprediksi. Seperti diungkapkan Ade, karakter bencana gunung api memang unik. Berbeda halnya dengan bencana lain seperti tsunami yang memiliki early warning system. Karena itu, semua yang terkait dalam bencana gunung api mesti memiliki bekal pengetahuan dan informasi yang tepat. Hanya dengan itu, bencana dapat diantisipasi sebaik dan sedini mungkin. Dan dengan demikian, risikonya dapat dikurangi seminimal mungkin.
Dengan sejumlah pengalaman terlibat dalam penangangan bencana, Ade menyajikan hasil kajian IDEP Foundation yang telah dirangkum dalam Perangkat PRBBM. Perangkat PRBBM ini berisi buku panduan pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat, peta desa di zona awas, formulir-formulir pendataan terkait bencana, dokumentasi foto dan video terkait bencana di tempat-tempat lain, komik gunung api, poster dan banner berisi informasi-informasi penting lainnya, secara khusus informasi terkait Gunung Agung yang terakhir meletus tahun 1963 itu. Seluruh perangkat tersebut dibagikan kepada semua partisipan yang nantinya diharapkan dapat meneruskannya ke masyarakat yang lebih luas. Dengan begitu, masyarakat menjadi lebih siap dan mandiri ketika menghadapi bencana apapun.
Lokakarya yang bertempat di Training Center Yayasan IDEP ini dihadiri sebanyak 17 perwakilan dari organisasi dan kelompok relawan yang sejauh ini sudah terlibat dalam merespon aktivitas Gunung Agung. Mereka mewakili Kopernik, Agung Siaga, Pramuka Peduli, East Bali Property Project (EBPP), Kelompok Relawan Desa Datah, dan perwakilan Desa Tulamben.
Berikan bantuan yang akan merubah hidup. 100% mendanai proyek amal.
|