Sabtu, 23 Februari 2019 lalu, IDEP menyelenggarakan lokakarya untuk perwakilan guru dari 22 Sekolah Dasar di sembilan kabupaten/kota Provinsi Bali. Lokakarya ini merupakan bagian dari program Teman untuk Semesta (TUNAS). Program ini, kerap juga disebut sebagai learnscape, bertujuan meningkatkan kesadaran dan kapasitas komunitas sekolah dalam upaya mewujudkan lingkungan yang lestari dan aman.
Sayu Komang sedang menyajikan materi tentang pelestarian lingkungan dengan metode permakultur (Foto: Fitra Nisa)
Dalam lokakarya tersebut, fasilitator dari IDEP menyajikan materi tentang kesiapsiagaan bencana dan pelestarian lingkungan melalui metode permakultur. Materi kesiapsiagaan bencana difasilitasi Ade Andreawan yang telah berpengalaman dalam kebencanaan. Ade, begitu ia akrab disapa, menegaskan pentingnya pendidikan kebencanaan di sekolah. Itu bisa dimulai dengan mengenali ancaman bencana di lingkungan sekolah dan kemudian mensosialisasikannya melalui Peta Siaga Sekolah. Lebih lanjut, Ade juga menyinggung bahwa jika pendidikan kebencanaan diterapkan di sekolah, maka itu akan sejalan dengan agenda pembangunan pemerintah Provinsi Bali, yaitu Bali Tangguh 2021.
Pada sesi diskusi, beberapa pertanyaan muncul dari pihak guru terkait sistem evakuasi siswa terutama di sekolah yang gedungnya memiliki lebih dari satu lantai. Menanggapi itu, Ade menegaskan kembali soal pentingnya kesiapsiagaan. Misalnya, dengan menentukan prioritas, rencana evakuasi, dan melakukan latihan evakuasi yang berkala. Dengan menerapkan prinsip-prinsip kesiapsiagaan di sekolah, urainya, baik guru maupun siswa dapat mengurangi risiko sebelum, saat dan setelah bencana.
Materi kedua menyangkut pelestarian lingkungan dengan metode permakultur difasilitasi Sayu Komang yang memiliki banyak pengalaman terkait penerapan permakultur di banyak komunitas di Indonesia. Karena istilah permakultur belum cukup populer, Sayu menghubungkan prinsip permakultur dengan prinsip Tri Hita Karana yang dianut masyarakat Bali dalam budayanya. Mirip dengan Tri Hita Karana, permakultur juga menganut tiga etika, yaitu peduli terhadap bumi, peduli terhadap manusia, dan pembagian yang adil. Untuk implementasi di tingat sekolah, permakultur akan mulai dipraktikkan melalui pengelolaan kebun sekolah.
Selain materi selama lokakarya, masing-masing guru juga mendapatkan buku panduan Learnscape yang disusun dan diterbitkan IDEP. Buku tersebut mencakup komposisi dan kompetensi belajar yang berkaitan dengan permakultur dan kesiapsiagaan bencana. Dengan begitu, para guru tidak perlu menyusun ulang materi ajar melainkan dapat langsung mengintegrasikannya dengan materi ajar yang sudah dimiliki sebelumnya. Apalagi panduan tersebut juga telah disusun sebagai penunjang Kurikulum K-13 yang selama ini menjadi acuan penyusunan bahan ajar di sekolah-sekolah.
Sebagai salah satu tindak lanjut dari lokakarya tersebut, IDEP akan menyelenggarakan Perkemahan Sabtu-Minggu (PERSAMI) yang melibatkan perwakilan siswa dari sekolah-sekolah yang sama dengan guru-guru partisipan lokakarya. Kegiatan itu akan berlangsung pada 9-10 Maret 2019 di Pondok Jaka, Sangeh. Di sana, IDEP dalam kerjasama dengan Pramuka Peduli akan mengajak siswa-siswa tadi belajar tentang pelestarian lingkungan berbasis permakultur dan kesiapsiagaan bencana di sekolah. Siswa-siswa yang disasar adalah adalah siswa kelas 4-5 (Siaga dan Penggalang). Mereka dipersiapkan menjadi kelompok yang nantinya dipercaya untuk menyebarkan pengetahuan tentang permakultur dan kesiapsiagaan bencana kepada siswa-siswa lain di sekolah dan lingkungan masing-masing. (Fit/Ed)
Berikan bantuan yang akan merubah hidup. 100% mendanai proyek amal.
|