Gerakan penyelamatan air tanah di Bali semakin meningkat ketika beberapa komunitas membentuk sebuah perkumpulan yang dinamakan Pasraman Air. Komunitas yang terlibat pun meliputi kelompok lokal dan nasional. Termasuk IDEP sebagai Bali Water Protection (BWP) yang turut berkontribusi dalam rangkaian acara Pasraman Air: Aji Toya berlangsung dari 26 April - 2 Mei 2021.
BWP menjelaskan tentang perjalanan gerakan mereka (Foto: Gusti Diah)
Kegiatan yang diadakan di Geo Open Space, Kerobokan, Bali ini merupakan “sebuah titik temu yang coba dihadirkan sebagai ruang belajar dan refleksi sekaligus konsolidasi dari setiap simpul gerakan yang ada. Sebuah momen yang diusahakan secara gotong royong dan dimiliki bersama.” Pasraman Air pun mengadakan berbagai macam kegiatan untuk mempertemukan berbagai jenis komunitas yang memiliki latar belakang berbeda. Upaya ini melalui kegiatan diskusi, workshop, pentas seni, dan presentasi karya dari para relawan. IDEP sendiri hadir untuk memfasilitasi diskusi-diskusi di sepanjang kegiatan Pasraman Air.
Pasraman Air dan BWP menyelengarakan diskusi secara daring dan luring (Foto: Gusti Diah)
Hari pertama Pasraman Air tepatnya Senin, 26 April 2021, IDEP berbagi informasi tentang kondisi air tanah di Bali melalui pemutaran film “Jantung Peradaban Air Bali” dan diskusi dengan tema “Krisis Air”. Diskusi ini membahas tentang awal mula terbentuknya Bali Water Protection sebagai respon dari permasalahan air tanah di Bali. Ancaman ini terjadi ketika mulai timbulnya kemarau berkepanjangan dan Bali yang kekurangan air bersih. Padahal Bali memiliki sumber air yang melimpah, namun 65%-nya dimanfaatkan untuk industri pariwisata yang berkembang pesat di Selatan Bali.
Menjelaskan program BWP dalam mengatasi permasalahan krisis air di Bali (Foto: Gusti Diah)
Industri pariwisata yang berkembang pesat di Bali telah menimbulkan eksploitasi terhadap air tanah dan mengindikasikan terjadinya intrusi air laut. Untuk itu, melalui diskusi bersama Pasraman Air, BWP memperkenalkan beberapa program untuk merespon kondisi air tanah di Bali. Program ini meliputi ‘Adopsi Sumur Imbuhan’ yang telah dilakukan di seluruh kabupaten di Bali; ‘Adopsi Sungai’ dengan memberikan edukasi ke sekolah-sekolah di Bali; dan ‘Adopsi Air’ yang merupakan seluruh kegiatan kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga air tanah.
Pemutaran film tentang kondisi air tanah di Bali (Foto: Gusti Diah)
Pemutaran film tentang kondisi air tanah di Bali dan solusi-solusi yang ditawarkan BWP ternyata telah menimbulkan ketertarikan para peserta yang mayoritas remaja dan mahasiswa. Ada banyak pertanyaan yang muncul terkait usaha apa yang dapat mereka lakukan untuk menanggapi krisis air yang ada di Bali. Selain itu, Tim BWP juga memperoleh informasi tentang perspektif baru yang diberikan oleh para mahasiswa. Mereka pun berharap agar diskusi dan upaya penyelamatan air di Bali terus berlanjut.
Diskusi setelah pemutaran film (Foto: Gusti Diah)
Semangat untuk mengatasi permasalahan air di Bali terus berlanjut hingga diskusi selanjutnya pada Jumat, 30 April 2021 dengan tema “Melihat Kondisi Air Tanah di Bali”. Diskusi ini melibatkan para ahli diantaranya Prof. Dr. Ir. Lilik Sudiajeng M.Erg sebagai peneliti dan pemerhati lingkungan serta I Ketut Ariantana St. M.Si dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI). Kemudian dihadiri oleh para mahasiswa, wartawan, dan masyarakat dari berbagai latar belakang secara daring dan luring.
Para ahli berbagi tentang hasil penelitian mereka terkait kondisi air di Bali (Foto: Gusti Diah)
Diskusi yang berlangsung di hari kelima ini merupakan momen di mana para pakar berbagi tentang hasil penelitian mereka kepada publik. Adapun beberapa fakta yang ditemukan, yaitu: pertama, beberapa kawasan pesisir di Bali telah mengalami penurunan kualitas air dari tawar menjadi payau; kedua, terbentuknya air tanah memerlukan waktu sangat lama, yang berbanding terbalik dengan pengambilannya, sehingga diperlukan prinsip efisiensi dan keberlanjutan; dan ketiga, titik-titik yang mengalami intrusi air laut merupakan tempat dimana banyak industri pariwisata berjalan.
Peserta berbagi tentang permasalahan air tanah di daerahnya-Sanur (Foto: Gusti Diah)
Melalui fakta tersebut, peserta sepakat tentang keterlibatan masyarakat dan pemerintah dalam menjaga kondisi air tanah di Bali. Bahkan salah satu peserta bercerita tentang kondisi air tanah di daerahnya yaitu Sanur yang sudah mengalami penurunan kualitas. Kesamaan persepsi dan harapan ini semakin menumbuhkan rasa bagi para peserta untuk menjaga air tanah di Bali. (Gd)
Berikan bantuan yang akan merubah hidup. 100% mendanai proyek amal.
|