Pasar Tradisional Blahbatuh, Gianyar, kini tidak lagi beroperasi seperti biasanya. Kebakaran yang terjadi pada Selasa, 15 Juni 2021 lalu telah melahap pasar dengan segala isinya. Ratusan kios yang terbakar membuat para pedagang harus memutar otak untuk mencari cara bertahan hidup. Sampai saat ini petugas terus mencari sumber utama terjadinya kebakaran.
Kondisi pasca kebakaran di Pasar Blahbatuh, Gianyar (Rabu, 16 Juni 2021) (Foto: Utama Wira)
Garis polisi dipasang agar warga maupun pedagang tidak memasuki lokasi kebakaran. Para pedagang memandang kosong tempat biasa mereka mencari nafkah. Tidak ada satupun barang yang bisa diselamatkan karena pasar telah tutup dan para pedagang telah kembali ke rumah masing-masing saat kebakaran berlangsung. Menurut pengakuan salah satu pedagang, api muncul sekitar pukul 15.30 WITA dan berpusat dari dalam pasar. “Awalnya saya tidak tahu kalau ada kebakaran, (saya) sudah pulang (tapi) dagangan masih di pasar. Ke sini sudah ambles, semua sudah ludes,” ungkap Wayan Sudiani, pedagang pakaian di Pasar Blahbatuh.
Posko bantu IDEP di areal aman pasca kebakaran (Jumat, 18 Juni 2021) (Foto: Ranggawisnu)
Menanggapi kebakaran yang menghanguskan sumber penghidupan pedagang, IDEP hadir dengan Posko Bantu sebagai upaya tanggap darurat. Di sini, tim Tanggap Darurat IDEP menyediakan minuman dan kudapan secara gratis bagi para pedagang dan petugas dari kepolisian selama tiga hari terhitung mulai 16-18 Juni 2021. Selain tempat minum dan berteduh, posko yang dibangun di samping pasar itu juga menjadi tempat para pedagang melepas lelah sambil berbagi keluh kesah tentang musibah yang baru saja mereka alami itu.
Pedagang yang berusaha mencari barang-barang yang masih tersisa (Kamis, 17 Juni 2021) (Foto: Gusti Diah)
Pedagang sedang mengumpulkan barang tersisa (Foto: Gusti Diah)
Ketika garis polisi mulai dibuka, para pedagang akhirnya bisa memasuki pasar dan berharap ada sisa-sisa barang yang bisa mereka kumpulkan. Namun, yang tersisa hanya besi-besi rak yang telah terbakar. Mau tidak mau, barang-barang itu mereka jual dengan harga yang sangat rendah. Menurut Sriati yang dulunya berjualan sabun, besi sisa dengan berat 1kg hanya bernilai empat ribu rupiah. Nasib yang sama juga dialami pedagang lainnya. Ketika lelah selepas mencari barang yang tersisa, mereka pun berteduh di bawah tenda Posko Bantu IDEP sambil menikmati kopi dan kudapan yang tersedia. Ludes, modal habis, keweh ngalih gae (susah cari kerjaan) menjadi kata-kata yang berulang kali terlontar dari para pedagang.
Pedagang berbincang-bincang di Posko Bantu IDEP (Foto: Ranggawisnu)
Hingga saat ini masih banyak pedagang yang belum tahu akan direlokasi ke mana. Mereka masih berharap bisa tetap berjualan seperti biasanya. “Saya berharap biar tetap jualan di Blahbatuh, soalnya langganan ada di sini, mereka juga tahu saya biasa jualan di sini,” kata Wayan Sudiani sambil memandang kosong kiosnya dulu.
Wayan Sudiani dengan anaknya (Photo: Gusti Diah)
Meskipun sumber mata pencaharian telah habis dan modal belum terkumpul, Ibu beranak dua ini masih ingin berjualan. Ia pun berharap agar ketika direlokasi nantinya, mereka bisa mendapatkan tempat yang layak seperti sebelumnya. (Gd)
Berikan bantuan yang akan merubah hidup. 100% mendanai proyek amal.
|