Bali diguncang gempa berkekuatan magnitudo 4,8 pada dini hari pukul 04.18 WITA. Pusat gempa terjadi di darat, tepatnya Barat Laut Karangasem yang juga berdampak paling parah di Bangli. Bahkan tiga desa di Bangli terisolasi akibat gempa, yaitu Desa Trunyan, Abangsongan, dan Batudinding.
Bangunan yang rusak parah akibat gempa di Dusun Daye, Desa Ban (Foto: EPBPP)
Berdasarkan hasil analisis yang disampaikan BPBD Provinsi Bali, Rabu, 20 Oktober 2021, di Karangasem terdapat satu orang meninggal dunia, 6 luka berat, 69 luka ringan, 1.841 bangunan mengalami kerusakan, dan 3 titik akses jalan tertutup material longsor. Sedangkan untuk kawasan Bangli, terdapat 2 orang meninggal dunia, 8 orang luka-luka, 19 orang mengungsi, dan 323 bangunan mengalami kerusakan. Dari bencana ini, jumlah kerugian diperkirakan Rp. 64.712.600.000.
Merespon gempa ini, IDEP langsung melakukan rapid assessment ke pusat gempa. “Hari ini kami langsung mengunjungi Dusun Daye, Desa Ban karena disana pusat gempanya,” ungkap Lingga dari IDEP.
IDEP mewawancarai beberapa warga terdampak gempa
Berdasarkan rapid assessment yang dilakukan IDEP pada 17 Oktober 2021 di Dusun Daye, Desa Ban, terdapat 135 KK yang terdampak, 57 bangunan rusak berat, 30 bangunan rusak ringan, dan beberapa akses jalan rusak. Lokasi pun sangat rawan terjadi longsor, sehingga warga diharapkan dapat mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Banyaknya rumah yang rusak parah terjadi karena struktur bangunan yang masih tidak baik dan letak pemukiman yang berada di tebing-tebing yang rawan longsor. Selain itu, informasi terkait mitigasi bencana masih sangat minim.
Pendistribusian informasi juga masih kurang, karena keterbatasan jaringan. Keterbatasan ini nantinya akan mempersulit penyaluran informasi jika ada gempa susulan atau bencana lainnya. Sampai saat ini jaringan radio masih bisa dimanfaatkan walaupun terbatas.
Hunian sementara yang masih terbuka
Untuk saat ini bantuan yang sudah diterima warga terdampak, diantaranya sembako namun masih terbatas, alas tidur, dan kebutuhan medis yang bisa diperoleh melalui Puskesmas Desa Ban. Namun ada beberapa bantuan yang masih diperlukan, yaitu areal sanitasi karena beberapa telah hancur akibat gempa, selimut dan matras karena kondisi hunian sementara yang masih terbuka, dan hunian yang lebih aman.
Toilet sementara bagi warga terdampak
Selain melakukan assessment, IDEP juga mendistribusikan beberapa bantuan berdasarkan kebutuhan pengungsi yang disampaikan oleh mitra lokal IDEP yaitu East Bali Poverty Project (EBPP) . “Untuk saat ini, kami baru mendistribusikan beberapa tikar, terpal, obat-obatan, masker, dan sembako,” tambah Lingga.
Distribusi bantuan pertama untuk warga terdampak di Desa Ban
Setelah rapid assessment ini, IDEP akan melakukan beberapa upaya berdasarkan kebutuhan warga terdampak. Langkah selanjutnya yaitu membangun sanitasi darurat, membangun tempat pengungsian yang aman, serta mendistribusikan perlengkapan sanitasi dan sembako.
Distribusi dan Kaji Cepat Kedua
Gerakan warga bantu warga faktanya masih sangat berperan, sebab setelah dibukanya penggalangan dana untuk keluarga terdampak gempa Karangasem, banyak masyarakat langsung mendonasikan bantuan berupa uang dan barang. Selain itu, mereka juga membantu untuk menyebarkan informasi ini.
Berbelanja pangan segar yang akan didistribusikan ke Desa Ban, Karangasem (21 Oktober 2021) (Foto: Galuh Sriwedari)
Aksi warga bantu warga benar nyata terlihat ketika Tim IDEP belanja sayuran segar dan pangan lainnya. Salah satu pedagang dengan sukarela memberikan tiga karung timun segar untuk diberikan ke warga terdampak. Selain itu, berdasarkan dana yang terkumpul, IDEP telah mendistribusikan bumbu dapur (seperti bawang merah, bawang putih, cabe, dan tomat), sayur-sayuran segar (kacang panjang, buncis, terong bulat, terong besar, kangkung, dan sayur hijau), kemudian media edukasi kebencanaan seperti komik dan buku mewarnai untuk anak-anak.
Ketika tiba di lokasi pasca-gempa, IDEP melakukan kaji cepat dan memperoleh beberapa informasi, seperti kondisi warga yang masih tinggal di lokasi gempa dengan membangun hunian sementara secara swadaya. Mereka perlu merawat ternak sebagai sumber penghasilan mereka yang belum bisa diungsikan, sehingga mau tidak mau, mereka harus tinggal di lokasi pasca-bencana. Hunian sementara yang mereka bangun pun cenderung tidak aman, karena masih terbuka dan memiliki pondasi yang tidak kokoh.
Kondisi warga semakin buruk ketika sanitasi tidak ada. Gempa telah menghancurkan rumah mereka, termasuk toilet. Selain itu, Desa Ban merupakan desa yang kekurangan air, maka mereka membangun penampung air. Namun ketika gempa, penampung itu retak, bocor, dan rusak. Mereka belum bisa memenuhi kebutuhan mereka dengan baik, sebab tidak memperoleh air bersih yang cukup. Sampai saat ini bantuan air bersih masih terpusat di kantor desa. Melihat akses ke rumah-rumah warga yang jauh dan rusak, membuat kondisi air yang terpusat ini belum signifikan keberadaannya.
Warga Bantu Warga: Donasi Barang dan Dana
Terkendalanya aktivitas warga akibat kebutuhan air yang belum terpenuhi terdengar hingga di seluruh Bali, termasuk komunitas Punk Pangan yang langsung membuka posko donasi. Setelah melihat Situation Report (Sitrep) dari IDEP, mereka membuat daftar kebutuhan prioritas warga yang dapat disumbangkan.
Donasi dari Punk Pangan (Foto: Gusti Diah)
Minggu, 24 Oktober 2021 Punk Pangan membuat pos donasi. Kemudian Senin, mereka langsung menyalurkan donasi berupa ember, peralatan dapur, buah-buahan segar, hingga pangan segar ke Kantor IDEP.
Diskusi dan berdonasi di acara “Suka Duka di Tana Bali” (23 Oktober 2021) (Foto: Edward Angimoy, Gusti Diah)
Disisi lain, dua hari sebelumnya, Balebengong--Media Jurnalisme Warga--dan Taman Baca Kesiman mengadakan acara yang juga diperuntukan untuk menggalang donasi. Mereka pun mempercayakan dana ini kepada IDEP untuk selanjutnya dapat direalisasikan dalam rencana-rencana tanggap darurat dan pemulihan bagi warga terdampak. Dana yang terkumpul dari Kotak Donasi sebesar Rp. 715.000.
Distribusi Ketiga dan Bermain Bersama Anak-Anak
Tepat sehari setelah bantuan datang dari warga, IDEP langsung melakukan distribusi bantuan yang telah disalurkan, ditambah kebutuhan lainnya. Distribusi yang berlangsung pada Selasa, 26 Oktober 2021 ini dilakukan di dua tempat, yaitu kantor East Bali Poverty Project (EBPP) dan Kantor Perbekel Desa Ban. Kepada EBPP, IDEP menyalurkan dua terpal untuk keperluan pembangunan toilet sementara, sayur-sayuran segar, bumbu dapur, telor, dan buah-buahan segar.
Distribusi bantuan pangan di kantor EBPP (Foto: Made Sukadana)
Kemudian di Kantor Perbekel Desa Ban, sesuai dengan kebutuhan yang disampaikan, IDEP mendistribusikan beras dan ubi jalar, buah-buahan segar, sayur-sayuran segar, bumbu dapur, telor, perlengkapan dapur (Wajan, Sutil, Piring, dan Panci), serta ember sebagai penampung air.
Distribusi bantuan di Kantor Perbekel Desa Ban (Photo: Gusti Diah)
Bantuan-bantuan itu merupakan langkah cepat yang dilakukan IDEP, sebab ada permasalahan lainnya yang memerlukan strategi jangka panjang. Bencana tidak hanya merusak infrastruktur, namun kondisi psikologi mereka yang terdampak. Untuk itu, IDEP mengunjungi anak-anak di Desa Ban, khususnya di Sekolah Bunga Mekar yang dibina EBPP.
Memulai permainan ular tangga tentang mitigasi bencana (Foto: Prema Ananda)
Sekejap melihat, wajah ceria dan bersemangat tampak dari mereka. Namun tepat tim IDEP tiba di Sekolah Bunga Mekar, mereka baru saja melakukan mental healing. Lebih dekat lagi, tim IDEP mendengar cerita Kadek Sari, siswa SMP. Setelah berbicara tentang permainan, informasi baru, hingga kronologi saat terjadinya bencana, akhirnya Kadek Sari mengeluarkan keluhannya. “Waktu gempa, saya panik sekali, sampai jatuh,” ungkap Kadek Sari sambil memegang kakinya. Ia pun menambahkan, “Sampai sekarang saya masih takut tiap malam, tidak bisa tidur, takut nanti ada gempa lagi.”
Kadek Sari, siswa dari Sekolah Bunga Mekar (Foto: Gusti Diah)
Malam yang tenang dan siang yang penuh keceriaan perlahan jauh dari pandangan Kadek Sari. Namun harapan kecil masih ada. “Saya ingin belajar bagaimana menghadapi situasi seperti ini [gempa],” tegasnya.
Kondisi itu yang menjadi alasan IDEP melakukan upaya edukasi kepada warga, khususnya anak-anak di Desa Ban terkait mitigasi bencana dan keberlanjutan lingkungan. Edukasi ini tidak serta merta tentang mendengar dan mencatat. Namun bermain sambil belajar.
Permainan ular tangga tentang lingkungan hidup dan mitigasi bencana (Foto: Prema Ananda)
Ada ular tangga yang berisi informasi sebab-akibat dari tindakan yang kita lakukan dan langkah-langkah ketika terjadinya bencana. Permainan ini menjadi media edukasi yang di bawa IDEP untuk lebih dekat bersama anak-anak. Ketika permainan dimulai, pertanyaan-pertanyaan muncul. Mereka tertawa, saling menyemangati, dan mengeluarkan kata “oh gitu” sewaktu tim IDEP menjelaskan ‘kenapa’ mereka bisa turun melalui ular dan naik dengan tangga di beberapa kotak. “Senang kalo belajarnya ada permainan gini, jadi tidak bosan dan bisa dapat informasi baru tentang lingkungan dan langkah-langkah menghadapi bencana,” kata Kadek Sari sambil tersenyum.
Berbagi komik dan buku mewarnai yang bertema mitigasi bencana (Foto: Prema Ananda)
Bermain sambil belajar membuat mereka mengingat informasi yang diperoleh di tengah permainan. Untuk menambah pengetahuan siswa terkait bencana, IDEP juga membagikan komik dan buku mewarnai yang bertemakan mitigasi bencana. Media edukasi ini diberikan langsung kepada seluruh siswa di Sekolah Bunga Mekar.
Melihat Kondisi Terbaru
Disamping bertemu anak-anak, IDEP juga melakukan peninjauan ke lapangan untuk melihat kondisi terbaru. Salah satu tempat yang dikunjungi adalah kediaman Wayan Minggu. Bangunannya hancur hingga rata dengan tanah, beberapa tempat mengalami keretakan. Untuk itu, ia terpaksa kembali ke rumah orang tuanya yang tidak begitu jauh. Meskipun Wayan Minggu mengungsi ke kediaman orang tua, tidak menunjukan bahwa orang tuanya (Wayan Duduk) tidak terdampak.
Rumah Wayan Duduk yang rusak parah akibat gempa bumi
Saat gempa terjadi Wayan Duduk bersama cucunya sedang tertidur lelap. Ketika sadar, ia tak bisa bergerak, menjaga dan melindungi cucunya dengan semampunya. Sampai bangunan roboh dan untungnya dia terlindung oleh pondasi atap. “Tembok-tembok jatuh ke sisi luar, dan atap jatuh, namun pondasinya melindungi kami, ini merupakan sebuah keajaiban,” ungkap Wayan Duduk.
Tidak henti-hentinya Wayan Duduk mengucapkan rasa syukur karena ia dan cucu selamat, meskipun bangunan sudah rusak parah. Ia pun mempersilahkan anaknya untuk membangun rumah sementara di tanahnya.
Hunian sementara milik Wayan Duduk (Foto: Gusti Diah)
Tidak ada hunian aman dan musim hujan akan segera datang. Apalagi Bali diprediksi akan terkena dampak La Nina yang menyebabkan hujan lebat. Meskipun pihak Desa telah mengusulkan pembangunan rumah tetap, namun hingga saat ini masyarakat belum memperoleh kepastian.
Ditengah ketidakpastian itu, warga secara swadaya membangun rumah sementara yang sebenarnya belum cukup aman. Wayan Minggu akan membangun rumah berpondasikan bambu, beratapkan seng go green, dan berlapiskan terpal. Terlebih ia masih memiliki bayi kembar yang baru berusia tiga bulan.
Hunian sementara yang dibangun dekat dengan ternak sebagai sumber penghasilan mereka (Foto: Gusti Diah)
Wayan Minggu adalah salah satu dari sekian banyak warga yang terkena dampak gempa bumi. Sampai saat ini mereka belum memperoleh air dan hunian yang layak.
Untuk itu, kami masih memerlukan bantuan teman-teman untuk mendukung saudara kita yang terdampak agar dapat terjamin dan memiliki rasa aman. Bantu kami menyalurkan bantuan tersebut, baik sebagai relawan, maupun berdonasi barang atau dana.(Gd)
Berikut adalah beberapa media yang kami manfaatkan untuk menggalang dana:
Kitabisa: kitabisa.com/bantubalibangkit
Fundrazr: bit.ly/SupportBali
Bantuan teman-teman akan sangat berarti.
Berikan bantuan yang akan merubah hidup. 100% mendanai proyek amal.
|