Selama lima tahun menjalin kerjasama dengan IDEP, kelompok petani di Desa Pedawa bisa turut mencoba berbagai variasi tanaman sayuran dan buah, serta mengembangkannya. Beragamnya benih yang mereka tanam memberikan keuntungan tersendiri, sebab rotasi tanaman bisa dilakukan sehingga meminimalisir datangnya hama dan penyakit. “Bagusnya kita bisa saling tukar benih karena disini [IDEP] kan termasuk banknya benih, jadi tidak itu-itu saja yang kita tanam,” ungkap Kadek Suantika, petani dari Desa Pedawa.
Pertemuan tahunan petani benih di pusat pelatihan IDEP, Gianyar (22 Desember 2021) [Foto: Gusti Diah]
Bank benih menjadi bentuk ‘investasi’ berkelanjutan untuk keberlangsungan manusia dan alam di masa depan. Namun keberadaannya akan hilang bila tidak adanya dukungan dari para petani lokal yang mampu mengembangkannya. Untuk itu, selama sepuluh tahun petani-petani lokal di Bali saling bahu membahu mengembangkan berbagai benih lokal. Pendistribusian, pengujian, dan pelatihan pun dilakukan IDEP untuk menjaga kualitas dan memperkaya keberagaman benih.
Membawa kembali ingatan petani terhadap proses pemuliaan benih bukan sesuatu yang instan, sebab selama puluhan tahun masyarakat telah diberi asupan pertanian kimia dan mekanisme pasar yang semakin menjerat petani kecil. Petani dibuat bergantung pada produk-produk kimia. Selain itu, revolusi hijau tidak hanya tentang penggunaan pestisida, herbisida, urea, maupun benih rekayasa genetika (GMO), tapi juga polusi terhadap tanah, air, dan udara. Fakta-fakta itu pun dibawa dalam beberapa pelatihan pemuliaan benih yang IDEP lakukan bersama petani.
Petani berbagi pengalamannya dalam Refresh Training Petani Benih [Foto: Gusti Diah]
Pelatihan pemuliaan benih yang menjadi bagian dari permakultur ternyata mendapat sambutan baik dari para petani. Bahkan pelatihan ini telah meningkatkan kapasitas untuk lebih mandiri. “Awalnya saya berpikir itu [pemuliaan benih] susah, jadi males lah. Tapi setelah dikasih pelatihan, akhirnya sangat bermanfaat, termasuk ke petani di kelompok juga,” kata Suantika yang rutin menghasilkan berbagai macam benih sayuran.
Kadek Suantika [Foto: Gusti Diah]
Selama lima tahun Suantika telah menghasilkan berbagai jenis benih tanaman, seperti bayam hijau, kemangi, terong, kailan, sawi hijau, timun, dan masih banyak lagi. Setiap benih yang dihasilkan pun diperoleh dari petani benih lainnya. “Untuk menanam ini kita giliran biasanya, jadi berbeda-beda, seperti kalo Ibu Made menanam kemangi dan pare, petani lainnya bisa menanam bayam dan terong,” tambah Suantika sambil memperkenalkan Made Jempiring yang duduk di sebelahnya.
Made Jempiring sendiri telah empat tahun ikut melakukan pemuliaan benih dan bahkan membuat bank benih menjadi lebih bervariasi. “Ini saya sebenarnya melanjutkan suami, karena suami sudah meninggal,” ungkap Made Jempiring yang saat ini tinggal sendiri di rumahnya.
Made Jempiring [Foto: Gusti Diah]
Sudah lebih dari dua tahun, Made Jempiring hidup sendiri, sebab anak-anaknya pun memilih untuk bekerja di ibu kota. Meskipun saat ini Jempiring hidup sendiri di rumahnya, ia tetap bisa memenuhi kebutuhannya, bahkan berbagi dengan tetangga. Sampai saat ini, perempuan asli Desa Pedawa ini telah menghasilkan berbagai macam benih, seperti labu, bayam, kacang panjang, cabai, dan berbagai benih sayuran lainnya.
Selain berkebun dan melakukan seed saving, Made Jempiring ikut merawat seekor sapi yang juga menjadi bagian kerjasama antara IDEP dan petani. Ada pembagian yang membuat petani merasa terbantukan, yaitu 70% untuk petani dan 30% untuk program IDEP sebagai pemberi modal dan pendampingan. Tidak hanya memperoleh penghasilan tambahan, tapi sapi yang dirawat petani juga terintegrasi dengan program biogas. Dukungan ini menjadi bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, kotoran sapi juga dapat dimanfaatkan sebagai kompos, sehingga petani tidak perlu membeli pupuk di pasaran. Mengelola kebun pun lebih efektif tanpa harus mengeluarkan biaya.
“Kita sudah sangat diuntungkan [dari program ini], pertama kami memenuhi kebutuhan rumah dulu, kalo ada sisanya bagi ke tetangga. Biasanya yang kami konsumsi itu buah-buah yang reject lah istilahnya, karena benih juga harus dengan kualitas yang bagus,” kata Suantika. Ia pun menambahkan bahwa prinsip yang ia pegang saat ini berasal dari berbagai pelatihan permakultur yang diterima selama bergabung menjadi petani benih.
Petani benih IDEP di kebun demplot permaklutur [Foto: Gusti Diah]
Kehadiran Made Jempiring, Kadek Suantika, dan petani benih lainnya telah membantu bank benih di Bali bertumbuh. Mereka secara berkelanjutan telah menjaga dan melestarikan benih penyerbukan terbuka yang bermanfaat untuk keberlangsungan makhluk hidup di masa depan. Bank Benih yang dibangun IDEP bersama petani benih di seluruh Bali telah mengembangkan 44 benih yang akan bertambah seiring tumbuhnya kesadaran masyarakat akan kedaulatan pangan dan benih.
Setiap tahunnya petani benih menanam tanaman yang berbeda-beda yang membuat mereka memahami berbagai jenis benih dan dapat menciptakan rotasi tanaman yang baik. Petani juga rutin mengadakan pertemuan setiap tahun di pusat pelatihan IDEP, disana mereka akan berbagi keluh kesah selama menjadi petani benih. Selain itu, petani juga akan ikut dalam pelatihan untuk mengingat kembali apa saja yang telah diterapkan. Aktifitas-aktifitas ini tidak hanya memperkaya keberagaman benih di Bali, namun juga merawat hubungan baik sesama petani yang telah berlangsung dari 10 tahun yang lalu. (Gd)
Berikan bantuan yang akan merubah hidup. 100% mendanai proyek amal.
|